Allah SWT berfirman,”Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah
orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS al-Hujurat [49]: 13).
Semua orang mendambakan hidup bahagia. Terlebih setelah
dia menikah. Karena perjalanan panjang manusia, tidak lepas dari keterlibatan
keluarga di sekitarnya. Setiap lelaki ingin mendapatkan istri yang baik,
menurut kriterianya. Demikian pula, setiap wanita ingin mendapatkan suami yang
baik menurut kriterianya. Karena standar bahagia setiap manusia, berbeda-beda.
Mungkin anda akan merasa terheran ketika melihat ada pasangan suami istri, yang
perbandingan wajahnya ’selisih jauh’, ibarat langit dan bumi. Tapi bagi
masing-masing, itulah kebahagiaan
Dengan demikian, kata Ibrahim Muhammad al-Jamal dalam
Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah, laki-laki yang saleh, sekalipun ia bukan dari
keturunan orang terpandang, boleh dipilih sebagai calon suami. Begitu pula
dengan laki-laki miskin. Ia boleh dipilih sebagai calon suami, sejauh ia pandai
memelihara diri dari perbuatan-perbuatan keji.
Karena itu, sangat sulit jika kami harus menyampaikan
kriteria apa saja yang bisa membuat wanita bahagia. Mengingat semacam ini,
kembali kepada selera. Hanya saja, menimbang beberapa dalil yang kami pahami,
selain penampilan, ada 4 sifat baik lelaki yang penting untuk diperhatikan:
1.
Agamanya baik
Nampaknya menjadi harga mati untuk yang satu ini. Agama
dan sekaligus akhlak yang baik. Karena agama Allah turunkan agama ini sebagai
acuan untuk bimbingan manusia. Dan dengan akhlaknya yang baik, dia akan
berusaha mengamalkannya. Untuk itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan para wali, agar segera menerima pelamar putrinya, yang baik agama
dan akhlaknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ
فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,
yang meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Turmudzi 1084, Ibn Majah 1967, dan
yang lainnya. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani).
2.
Lugu dengan keluarga dan tidak keras
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan
wanita seperti al-Qawarir (gelas kaca). Fisiknya, dan hatinya lemah, sangat
mudah pecah. Kecuali jika disikapi dengan hati-hati. Karena itu, tidak ada
wanita yang suka disikapi keras oleh siapapun, apalagi suaminya. Maka sungguh
malang ketika ada wanita bersuami orang keras. Dia sudah lemah, semakin
diperparah dengan sikap suaminya yang semakin melemahkannya.
Sebaliknya, keluarga yang berhias lemah lembut, tidak
suka teriak, tidak suka mengumpat, apalagi keluar kata-kata binatang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا
يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan menyertai sesuatu maka dia akan
menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan
semakin memperburuknya.” (HR. Muslim 2594, Abu Daud 2478, dan yang lainnya).
3.
Berpenghasilan yang cukup
Ketika Fatimah bintu Qois ditalak 3 oleh suaminya, dia
menjalani masa iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum – seorang sahabat yang buta –.
Usai masa iddah, langsung ada dua lelaki yang melamarnya. Yang pertama bernama
Muawiyah dan kedua Abu Jahm. Ketika beliau meminta saran dari Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
أَمَّا أَبُو جَهْمٍ، فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ،
وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
Untuk Abu Jahm, dia tidak meletakkan tongkatnya dari
pundaknya. Sedangkan Muawiyah orang miskin, gak punya harta. Menikahlah dengan
Usamah bin Zaid. (HR. Muslim 1480, Nasai 3245, dan yang lainnya).
Diantara makna: ’tidak meletakkan tongkatnya dari
pundaknya’ adalah ringan tangan dan suka memukul.
Anda bisa perhatikan, pertimbangan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika menyarankan Fatimah agar tidak menikah dengan Abu
Jahm, karena masalah sifatnya yang keras. Sementara pertimbangan beliau untuk
menolak Muawiyah, karena miskin, tidak berpenghasilan.
4.
Tanggung jawab dan perhatian dengan keluarga
Tanggung jawab dalam nafkah dan perhatian dengan
kesejahteraan keluarganya.
Bagian ini merupakan perwujudan dari perintah Allah untuk
semua suami,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
”Pergaulilah istri-istrimu dengan cara yang baik.”(QS.
An-Nisa’: 19)
Beberapa suami terkadang tidak perhatian dengan
keluarganya. Penghasilannya banyak dia habiskan untuk kebutuhan pribadi,
sementara kebutuhan rumah lebih banyak ditanggung oleh istri. Lebih parah lagi,
ketika terjadi perceraian, beberapa suami sama sekali tidak mau menafkahi
anaknya. Sehingga yang menghidupi anaknya adalah ibunya.
Demikian sekilas tentang “Kriteria Laki-laki yang Layak
Dijadikan Suami Muslimah”. Semoga bermanfaatbagi para pembaca.
***dari
berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar