Pentingnya Test Kesehatan Pra Menikah - Menikah adalah satu
momen yang tak hanya membahagiakan tapi juga merupakan fase akhir dalam sebuah
hubungan bagi tiap pasangan yang telah menemukan belahan jiwanya. Jauh-jauh
hari sebelumnya, kita harus mempersiapkan hari bersejarah itu, demi momen istimewa
yang patut dikenang seumur hidup. Salah satunya, dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan pra nikah.
Jika dalam istilah menikah itu harus dipersiapkan lahir
batin, yang juga harus diperhatikan dan dimasukkan ke dalam list pra-nikah
adalah persiapan kesehatan pasangan. Tidak hanya sehat secara fisik yang harus
diperhatikan namun juga sehat menurut definisi yang luas. Berdasarkan definisi
sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial secara utuh dan tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan. Jadi kesehatan pasangan pra nikah penting sekali untuk mendukung
tercapainya pernikahan yang langgeng sampai hari tua. Pernikahan yang bisa
saling mengisi dan beradaptasi, bisa mengatasi masalah yang dihadapinya dengan
bijaksana dan dewasa.
Namun, masih banyak pasangan di Indonesia yang menganggap
bahwa pemeriksaan kesehatan sebelum menikah tidaklah penting. Padahal
pemeriksaan ini sangat diperlukan mengetahui kesehatan reproduksi kedua belah
pihak, untuk mengetahui kesiapan masing-masing untuk mempunyai anak. Selain itu
juga sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit menular seksual, sampai
penyebaran HIV/AIDS.
Lalu kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pra nikah?
Pada dasarnya pemeriksaan kesehatan pra nikah dapat
dilakukan kapanpun, namun waktu yang tepat adalah enam bulan sebelum menjelang
hari pernikahan. Oleh karena itulah, alangkah baiknya apabila kedua calon
mempelai dapat mengetahui kondisi kesehatan pasangan masing-masing, jauh-jauh
sebelum menikah. Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan masalah, dokter akan
segera melakukan tindakan pengobatan pada calon mempelai untuk meminimalkan
risiko lebih lanjut yang mungkin timbul.
Tes kesehatan pra nikah dapat dilakukan kapanpun selama
pernikahan belum berlangsung. Namun, idealnya tes kesehatan pra nikah dilakukan
enam bulan sebelum dilakukan pernikahan. Jika pada saat pengecekan ternyata
ditemui ada masalah maka pengobatan dapat dilakukan setelah menikah.
Berikut ini
beberapa tes kesehatan pra nikah yang biasa dilakukan:
1.
Hematologi rutin
Berfungsi
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada jumlah sel darah pada kedua calon
mempelai.
2. Urine
rutin, bermanfaat untuk memeriksa ada tidaknya infeksi saluran kemih dan
kondisi ginjal.
3. Golongan
darah, berguna untuk mengetahui golongan darah dan rhesus (+ atau -) kedua
calon pengantin.
4. Gula
darah puasa, biasanya untuk memeriksa gula darah, seseorang dianjurkan untuk
berpuasa terlebih dulu, hal ini bertujuan untuk mengamati kadar gula darah
dalam tubuh.
5. HBsAG
(singkatan dari Hepatitis B Surface Antigen), untuk menunjukkan penyakit
hepatitis B.
6. VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory), berfungsi untuk mengetahui penyakit
yang berhubungan dengan kelamin seperti sipilis atau raja singa.
7. Gambaran
darah tepi, bertujuan untuk mengetahui bentuk sel darah kedua pasangan.
8. TORCH
(Toxoplasma gondii (toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex
Virus (HSV) dan lain-lain), berfungsi untuk menguji adanya infeksi penyakit
yang bisa menyebabkan gangguan pada kesubuaran pria maupun wanita. Tubuh yang
terinfeksi TORCH dapat mengakibatkan cacat atau gangguan janin dalam kandungan.
(dari berbagai sumber)
1. Infeksi Saluran Reproduksi/Infeksi Menular Seksual
(ISR/IMS)
Tes kesehatan untuk menghindari adanya penularan penyakit
yang ditularkan lewat hubungan seksual, seperti sifilis, gonorrhea, Human
Immunodeficiency Virus (HIV), dan penyakit hepatitis. Perempuan sebenarnya
lebih rentan terkena penyakit kelamin daripada pria. Karena alat kelamin
perempuan berbentuk V yang seakan “menampung” virus. Sedangkan alat kelamin
pria tidak bersifat “menampung” dan bisa langsung dibersihkan. Jika salah satu
pasangan menderita ISR/IMS, sebelum menikah harus diobati dulu sampai sembuh.
Selain itu, jika misalnya seorang pria mengidap hepatitis B dan akan menikah,
calon istrinya harus dibuat memiliki kekebalan terhadap penyakit hepatitis B
tersebut. Caranya, dengan imunisasi hepatitis B. Jika sang pasangan belum
sembuh dari penyakit kelamin dan akan tetap menikah, meskipun tidak menjamin
100 persen namun penggunaan kondom sangat dianjurkan.
2. Rhesus yang bersilangan
Kebanyakan bangsa Asia memiliki Rhesus positif, sedangkan
bangsa Eropa rata-rata negatif. Terkadang, pasangan suami-isteri tidak tahu
Rhesus darah pasangan masing-masing. Padahal, jika Rhesusnya bersilangan, bisa
mempengaruhi kualitas keturunan. Jika seorang perempuan (Reshus negatif)
menikah dengan laki-laki (Rhesus positif), bayi pertamanya memiliki kemungkinan
untuk ber-Rhesus negatif atau positif. Jika bayi mempunyai Rhesus negatif,
tidak ada masalah. Tetapi, jika ia ber-Rhesus positif, masalah mungkin timbul
pada kehamilan berikutnya. Bila ternyata kehamilan yang kedua merupakan janin
yang ber-Rhesus positif, kehamilan ini berbahaya. Karena antibodi antirhesus dari
ibu dapat memasuki sel darah merah janin. Sebaliknya, tidak masalah jika si
perempuan ber-Rhesus positif dan si pria negatif.
3. Penyakit keturunan
Tes kesehatan pra nikah bisa mendeteksi kemungkinan penyakit
yang bisa diturunkan secara genetik kepada anak, semisal albino. Misalnya suami
membawa sifat albino tetapi istrinya tidak, maka anak yang lahir tidak jadi
albino. Sebaliknya, jika istrinya juga membawa sifat albino, maka anaknya pasti
albino.Jika bertemu dengan pasangan yang sama-sama membawa sifat ini,
pernikahan tidak harus dihentikan. Hanya saja perlu disepakati ingin punya anak
atau tidak. Kalau masih ingin punya anak, ya risikonya nanti si anak jadi
albino. Atau memilih tidak punya anak. Pernikahan tidak harus tertunda dengan
halangan seperti ini. Yang penting adalah solusi atau pencegahannya.
4. Cek Kesuburan (Fertilitas)
Jika pasangan ingin segera punya anak, perlu menjalani
konseling pra nikah. Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan dengan tujuan agar
kehamilan bisa dipersiapkan dan dijalankan dengan baik. Dibutuhkan riwayat
kesehatan dan kondisi sosialnya. Antara lain status ekonomi (bekerja atau tidak
bekerja) dan suasana di lingkungan keluarga. Termasuk perilaku-perilaku yang
tidak mendukung kehamilan, semisal merokok, minuman beralkohol, dan memakai
obat-obatan psikotoprika.Selain itu, perlu juga dievaluasi risiko yang bersifat
individual yang mungkin timbul terhadap kehamilan. Antara lain usia (masih
reproduktif atau tidak), kondisi nutrisi, aktivitas fisik, level pendidikan,
level stres, dan bagaimana hubungan dengan pasangan.
blognya sangat informatif sekali keren
BalasHapusberita politik terbaru