Sejarah
Pada
awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat
kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual
dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan
di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.
Setelah
masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan
sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut
digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada
acara-acara keramaian.
Gerakan
Gerakan
tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak
tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat,
dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari
terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang
dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan
menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut
Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan
Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai
tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah
membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para
penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning
keemasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar